
Sehari setelah libur Thanksgiving, Wall Street berakhir stagnan. Dalam perdagangan yang hanya setengah sesi tersebut, saham-saham energi merosot disebabkan oleh harga minyak dunia yang anjlok. Harga minyak mentah jenis light crude jatuh ke level US$ 66/barel yang merupakan titik terendahnya sejak 2009, setelah OPEC tidak berniat mengurangi tingkat produksinya. Dow Jones naik tipis 0,49 poin ke level 17.828,24, S&P 500 turun tipis 5,27 poin (-0,25%) ke level 2.067,56 dan Nasdaq menguat tipis 4,31 poin (-0,09%) ke level 4.791,63.
Ditopang oleh data ekonomi yang lebih tinggi dibanding perkiraan, seperti GDP AS kuartal III dan aksi sejumlah bank sentral yang melonggarkan kebijakan moneter, setelah bank sentral China memangkas bunga acuan, serta bank sentral Jepang dan Eropa yang menggelontorkan stimulus lebih besar, mendorong kepercayaan investor di tengah kemerosotan harga minyak mentah dunia. Sepanjang pekan kemaren, Dow Jones naik +0,1%, S&P bertambah +0,2% dan Nasdaq tumbuh +1,7%, yang merupakan kenaikan selama enam pekan berturut-turut. Selama bulan November, Dow Jones menguat +2,5%, S&P naik +2,5% dan Nasdaq melaju +3,5%, sehingga mencatat kenaikan dua bulan berturut-turut.
Dari dalam negeri, IHSG menutup perdagangan akhir pekan kemaren dengan berada di posisi 5.149,89, naik tipis 4,57 poin (+0,09%), dimana investor asing mencatatkan net sell tipis sebesar Rp. 21 milyar di pasar reguler. Minimnya sentimen sepanjang pekan kemaren membuat IHSG bergerak sideways dan terlihat jalan di tempat, karena pelaku pasar masih menunggu data-data ekonomi, seperti inflasi dan neraca perdagangan yang akan diumumkan pada awal bulan. Namun demikian, IHSG masih tercatat mengalami penguatan sebesar +0,74%, dengan foreign inflow mengalami net buy sebesar Rp. 345 milyar di pasar regular sepanjang pekan kemaren.
Untuk awal pekan besok, pergerakan IHSG akan dipengaruhi oleh rilis data ekonomi seperti inflasi bulan November dan data eksport-import, serta neraca perdagangan bulan oktober 2014. Pada bulan Oktober lalu, laju inflasi mencapai 0,47% (mtm) atau 4,8% (yoy). Hingga Oktober lalu, laju inflasi secara tahun kalender atau year to date Januari-Oktober tercatat 4,19%. Menurut BI, pada bulan November ini akan terjadi kenaikan laju inflasi akibat dari kenaikan harga BBM subsidi, dengan perkiraan berada di kisaran 1,3% sampai 1,6%.
Dari historicalnya, gejolak inflasi pasca kenaikan harga BBM akan terjadi hingga tiga bulan mendatang. Itu artinya dampak inflasi masih akan terasa hingga awal tahun depan, karena adanya penyesuaian harga di barang industri. Problem inflasi bukan pada demand tapi pada suplai pasokan bahan kebutuhan pokok. Apalagi cuaca masih menjadi ancaman besar, terutama gangguan pada musim hujan yang bisa mengancam produksi serta distribusi bahan komoditas dan pangan serta faktor musiman seperti persiapan hari raya Natal dan Tahun Baru.
Untuk data eksport-import dan neraca perdagangan, saya belum mendapatkan perkiraan data-datanya. Namun mengingat defisit neraca perdagangan yang dialami biasanya diakibatkan oleh tingginya import BBM, maka dengan adanya kenaikan harga BBM subsidi ditengah turunnya harga minyak dunia, seharusnya data-data tersebut tidak akan berpengaruh memberikan sentiment negative pada market. “Fokus pelaku pasar hanya pada data inflasi”. Jika nantinya pemerintah merilis data inflasi dibawah ekektasi BI, maka diperkirakan IHSG akan dapat melanjutkan trend pergerakan positifnya hingga akhir tahun dengan target secara teknikal dikisaran 5235-5250.
Technically, pola three white soldiers yang terbentuk pada IHSG menunjukan sebuah pola bullish continuations. Indikator teknikal Stochastic yang bergerak sideways di overbought area, sedangkan MACD yang masih bergerak naik, dan volume transaksi yang meningkat, mengindikasikan kecenderungan IHSG untuk masih bergerak positif. Peluang IHSG untuk menutup gap atas di 5265-5280 pada pekan depan makin terbuka lebar, dengan syarat IHSG mampu bertahan di support 5107. Untuk support besok senin IHSG diperkirakan berada di level 5125, sedangkan untuk resisten terdekat di 5157, dengan resisten selanjutnya berada di 5169.
Anjloknya harga minyak dunia, berpotensi memberikan ancaman pada saham-saham komoditas. Akan tetapi hingga perdagangan kemarin, koreksi yang terjadi pada harga minyak dunia, terlihat tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan harga saham-saham komoditas di IHSG. Sama seperti ketika terjadi kenaikan harga BBM Subsidi dan BI Rate yang tidak berpengaruh pada saham-saham property, maka jika tekanan jual berhenti, saham-saham komoditi dapat memberikan peluang “buying opportunity” untuk strategy bottom fishing. Sementara itu, walaupun indikasi penguatan masih terlihat cukup bagus, namun kenaikan tajam yang terjadi pada saham-saham sektor property berpotensi terkena aksi profit taking. Di luar itu beberapa saham second liner yang belum bergerak terlihat cukup menarik untuk di tradingkan hingga akhir tahun.
Selengkapnya mengenai saham-saham apa saja yang menarik dan berpotensi untuk memberikan profit akan diulas khusus di area member premium. Bagi anda yang berminat untuk memperoleh ide trading dan ingin mengkonsultasikan portfolio anda, maka segera bergabunglah ke dalam group kami dengan menjadi member premium dari Step-trader.com. Untuk info selengkapnya dapat melihatnya pada bagian MEMBER REGISTRATION diatas.
Save Trading, Good Luck & GBU Always (Nov 30, 2014 @ 17:35)
Leave a Reply