
Wall Street anjlok pada penutupan perdagangan akhir pekan kemaren, seiring mengecewakannya data pertumbuhan ekonomi AS di kuartal IV-2014, karena hanya tumbuh sebesar 2,6%, dibawah perkiraan sebesar 3%. Dow Jones melemah 251,90 poin (-1,45%) ke level 17.164,95, S&P500 turun 26,26 poin (-1,30%) ke level 1.994,99 dan Nasdaq terkoreksi 48,17 poin (-1,03%) ke level 4.635,24. Sepanjang pekan kemaren, Dow Jones mengalami penurunan sebesar -2,87%, S&P 500 merosot -2,77% dan Nasdaq melemah -2,58%, akibat rilis data ekonomi dan laporan kinerja emiten dilbawah ekspektasi, serta kekhawatiran akan hasil pemilu Yunani yang dimenangkan oleh partai sayap kiri radikal Syriza dapat mengganggu stabilitas perekonomian di Eurozone.
Dari dalam negeri, jum’at akhir pekan kemaren IHSG ditutup naik 26,686 poin (+0,51%) ke posisi 5.289,404, dengan investor asing tercatat melakukan net buy sebesar Rp 453 milyar di pasar reguler. Polemik KPK-Kapolri yang tak kunjung mereda menjadi penghambat laju IHSG sepanjang pekan kemaren , sehingga melemah -0,64% dalam sepekan. Namun memanasnya kondisi politik dalam negeri terkait polemik tersebut belum mengurangi minat asing terhadap pasar keuangan Indonesia. Asing beranggapan bahwa kondisi tersebut sebagai suatu proses demokrasi menjadikan Indonesia lebih baik. Tercatat dana asing yang masuk ke bursa mencapai Rp. 1,47 triliun dalam sepekan kemaren. Masuknya dana asing dipicu oleh kebijakan ECB yang menggelontorkan stimulus QE pada 22 Januari 2015 lalu melalui pembelian obligasi besar-besaran. Indonesia masih dianggap sebagai negara seksi, dengan pertumbuhan yang stabil diatas 5%. Kondisi ini membuat IHSG sepanjang bulan januari mengalami penguatan sebesar +1,19%.
Seperti biasanya untuk awal bulan Februari, investor akan mencermati data terbaru dari defisit neraca perdagangan bulan Desember 2014 dan inflasi Januari 2015. Bank Indonesia memperkirakan neraca perdagangan Desember 2014 akan surplus sebesar US$ 100 juta. Secara kumulatif, sejak Januari hingga November tahun lalu, defisit neraca perdagangan mencapai US$ 2,07 miliar. Jika prediksinya pas, maka defisit perdagangan sepanjang 2014 akan menjadi US$ 1,97 miliar, jauh lebih baik dari tahun 2013 yang mengalami defisit sebesar US$ 4,06 miliar. Sedangkan untuk inflasi Januari 2015 diperkirakan akan mengalami deflasi sebesar 0,12%. Jika data indikator makro ekonomi Indonesia yang dirilis besok senin kembali memburuk, maka IHSG berpotensi kembali terkoreksi di pekan depan.
Technically untuk pekan depan, IHSG diperkirakan akan bergerak dalam rentang perdagangan 5207 hingga 5353. Sedangkan untuk awal pekan besok, IHSG diperkirakan akan mengalami tekanan jual diawal perdagangan, merujuk pada turunnya Wall Street dan EIDO sebesar -2,88% di penutupan perdagangan akhir pekan lalu. IHSG akan kembali menutup gap bawah di 5281-5266 yang terbentuk pada perdagangan kemaren. Untuk besok senin, IHSG diprediksikan akan bergerak dengan support di 5243, sedangkan untuk resistennya berada di 5298. Walaupun masih berkonsolidasi, namun indikator teknikal masih cenderung bergerak positif.
Selain ECB yang pekan lalu telah mengeluarkan stimulus QE guna mendorong perekonomian di kawasan Euro, secara tidak terduga Bank sentral Rusia memotong tingkat suku bunganya pada akhir pekan kemaren. Kebijakan yang dilakukan Rusia ini menyusul langkah-langkah serupa yang telah dilakukan oleh bank sentral Kanada, Swiss, Denmark, China dan India yang sebelumnya telah memangkas suku bunga acuan pada bulan Januari ini. Selain itu, Jepang yang sedang menghadapi ancaman deflasi, juga berencana untuk mengeluarkan stimulus moneter lebih jauh.
Dari Negara ASEAN, Singapura ikut bergabung dan menjadi negara kesembilan yang melakukan pelonggaran kebijakan moneternya pada bulan ini. Hal ini juga diikuti oleh bank sentral Thailand yang saat ini sedang menghadapi tekanan agar menurunkan suku bunganya. Sementara itu dari dalam negeri, BI diperkirakan juga akan menurunkan BI Rate pada RDG tanggal 17 Februari 2015 nanti. Hal ini kemungkinan besar akan terjadi setelah pemerintah melalui Wapres Jusuf Kalla beberapa hari lalu meminta BI menurunkan suku bunga BI rate, yang pada saat ini 7,75%, menyusul kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM, elpiji, dan semen yang diperkirakan akan menekan angka inflasi.
Sinyal penurunan BI rate inilah yang membuat saham-saham di sektor konstruksi, properti dan saham ASII tampak begitu kuat. Sementara itu saham-saham lainnya tampak cenderung masih mengalami konsolidasi. Walaupun dari aspek teknikal trend bullish IHSG sepertinya masih akan berlanjut, akan tetapi sentimen yang ada di market saat ini lebih banyak yang negatif. Dari kondisi intermarket, koreksi yang terjadi di market AS dari segi teknikal mulai berada di level kritisnya. Jika Dow Jones turun menembus ke bawah support 17.067, maka trend naik jangka pendek Dow Jones sudah berakhir. Jadi perlu diwaspadai apabila level psikolgis 17.000 gagal dipertahankan. Sedangkan kondisi dalam negeri terkait polemik KPK-Polri juga membuat pelaku pasar masih dalam kondisi wait & see.
Kendati demikian, dengan fenomena dari komitmen bank sentral Negara-negara di dunia yang terus menggelontorkan stimulus, maka koreksi jangka pendek yang terjadi pada market tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Demikian juga dengan era komoditi murah, tidak perlu terlalu dicemaskan. Justru dengan murahnya komoditi saat ini akan membuat ekonomi dunia lebih cepat pulih dengan adanya dorongan stimulus dari bank sentralnya. Roda perekonomian lebih cepat bergerak dan ekonomi dunia dapat tumbuh lebih cepat.
Sementara ini dulu yang bisa saya sampaikan dalam weekly strategic report untuk pekan ini, semoga membantu. Mengenai saham-saham apa saja yang menarik dan berpotensi untuk memberikan profit akan diulas khusus di area member premium. Bagi anda yang berminat untuk memperoleh ide trading dan ingin mengkonsultasikan portfolio anda, maka segera bergabunglah ke dalam group kami dengan menjadi member premium dari Step-trader.com. Untuk info selengkapnya dapat melihatnya pada bagian MEMBER REGISTRATION diatas.
Save Trading, Good Luck & GBU Always
Leave a Reply