
Bursa Wall Street turun tajam di akhir pekan, akibat turunnya saham-saham di sektor teknologi dan sektor retail. Laporan data penjualan ritel AS yang di bawah ekspektasi, menyebabkan kekhawatiran akan musim belanja liburan bulan depan, ditengah berlanjut turunnya harga minyak dan serangan terorisme di kota Paris, Perancis, yang memicu kekhawatiran pelaku pasar dan mempengaruhi penurunan bursa saham AS. Dow Jones ditutup turun 202,83 poin (-1,16%) ke level 17,245.24, S&P 500 melemah 22,93 poin (-1,12%) ke 2,023.04, dan Nasdaq anjlok 77,2 poin (-1,54%) ke 4,927.88. Selama sepekan kemaren, Dow Jones turun sebesar -3,71%, S&P 500 tergelincir -3,63%, dan Nasdaq merosot -4,26%.
Sementara dari dalam negeri, IHSG mengakhiri akhir pekan dengan di tutup menguat 10,613 poin (+0,24%) ke level 4.472,838. Investor asing tercatat membukukan net sell sebesar Rp. 53 milyar dipasar reguler. Belum adanya katalis positif, ditengah efek rebalancing MSCI yang masih berlanjut dan kekhawatiran akan kenaikan Fed Rate, membuat IHSG melorot turun -2,05% dan diikuti oleh net sell asing sebesar Rp. 1,55 triliun dalam sepekan.
Hampir sebagian besar pasar saham dunia turun tajam pada pekan kemaren, karena investor bersiap untuk menghadapi keputusan The Fed yang akan menaikkan suku bunga acuannya paling cepat pada Desember 2015, yang akan menandai kenaikan pertama sejak tahun 2006. Sekitar 92% dari pebisnis dan ekonom akademik yang disurvei oleh The Wall Street Journal mengatakan mereka berharap The Fed untuk menaikkan suku bunganya pada bulan depan. Hal ini membuat hampir seluruh bursa global tertekan jelang akhir pekan.
Sebaliknya IHSG malah menguat tipis pada 3 hari perdagangan terakhir. Walaupun menguat, namun sebenarnya IHSG sedang berada dalam fase konsolidasi di tengah aksi tunggu investor jelang Rapat Dewan Gubernur BI di hari Selasa 17 November 2015. Meskipun suku bunga diperkirakan tidak akan berubah, namun wacana penurunan BI rate makin menguat. Pemerintah lewat Wapres Jusuf Kalla, Menko Perekonomian Darmin Nasution dan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan secara tidak langsung sudah meminta BI segera merespons keadaan ekonomi Indonesia yang ditandai dengan inflasi yang sudah menurun signifikan, sementara tingkat pengangguran meningkat dan daya beli menurun.
Walaupun BI merupakan lembaga independen yang tidak bisa diatur oleh pemerintah, namun ada upaya secara tidak langsung dari pemerintah untuk membuat BI mau menurunkan suku bunga. Apalagi beberapa indikator ekonomi sudah terlihat mulai stabil dan membuka ruang lebih lebar bagi penurunan BI rate. Tren deflasi yang masih terus berlanjut dalam 3 bulan terakhir berpeluang membuat gap antara inflasi dengan BI rate makin lebar di akhir tahun. Sementara nilai tukar rupiah terlihat makin stabil dan terjaga dikisaran 13.450 – 13.750/USD, padahal pergerakan Dollar Amerika terhadap mayoritas mata uang dunia dalam 3 minggu terakhir sudah menguat luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari pergerakan USD Index yang sudah mendekati level tertingginya sepanjang tahun, seperti gambar chart dibawah ini:
Ditambah pada akhir pekan kemaren, BI melaporkan defisit transaksi berjalan (CAD) turun menjadi 1,86% terhadap GDP atau sebesar US$ 4 miliar pada kuartal III 2015. Angka ini jauh membaik jika dibandingkan dengan kuartal III 2014 (periode yang sama tahun lalu) sebesar US$ 7 miliar atau 3,02% dari PDB. Hal ini membuat investor melakukan aksi tunggu dan berspekulasi bahwa BI rate bisa saja turun pada selasa depan. Inilah yang menyebabkan IHSG dalam 3 hari terakhir terlihat cukup kuat ditengah tekanan yang terjadi pada bursa global.
Selain menunggu BI rate pada hari selasa, pada awal pekan besok pelaku pasar juga menunggu data neraca perdagangan dan data export-import Indonesia. Sementara dari luar negeri, pelaku pasar menantikan data inflasi AS yang akan dirilis pada hari selasa, disamping pidato beberapa pejabat The Fed yang akan dimulai pada pertengahan pekan dan FOMC minutes, serta data klaim pengangguran AS yang akan rilis pada Kamis 19 November 2015. Data-data tersebut sangat penting, karena akan menjadi petunjuk bagi investor untuk mengkaji bagaimana potensi kenaikan suku bunga Fed nantinya.
Technically, IHSG masih bergerak relatif datar dalam fase turun jangka pendek. Dua buah gap bawah IHSG sudah tertutup saat koreksi awal pekan lalu. Namun gap di 4346-4381 belum tertutup. Sebaliknya koreksi pada awal pekan lalu juga meninggalkan gap atas di 4555-4563. Gap ini akan menjadi area resisten IHSG pada pekan depan. Sementara support terdekat IHSG berada dikisaran 4422-4425, jika gagal dipertahankan IHSG akan cenderung menutup gap bawah di 4346-4381 (dengan support di 4365). Hati-hati jika IHSG close dibawah gap 4346-4381, karena penutupan dibawah gap tersebut akan membawa IHSG kembali kedalam trend bearish. IHSG berpeluang membentuk pola Head & Shoulder, ataupun pola Falling Wedge, dengan target penurunan menuju 4100 kembali.
Banyaknya sentimen negatif, terutama kekhawatiran terhadap dampak rencana The Fed menaikkan suku bunganya pada Desember nanti, anjloknya harga minyak, ditambah ancaman aksi terror di beberapa negara setelah terjadinya bom di kota Paris pada akhir pekan, serta investor asing yang masih terus melakukan penjualan saham, masih akan menambah tekanan pada IHSG pada pekan depan. Kondisi yang kurang kondusif ini dapat berubah jika BI memutuskan untuk menurunkan BI Rate pada hari selasa pekan depan. IHSG berpeluang rally jika BI rate jadi diturunkan. Namun apabila, BI tidak jadi menurunkan suku bunganya, ada kemungkinan IHSG akan turun mengejar ketertinggalan koreksi yang terjadi pada bursa regional pada akhir pekan lalu.
Jadi untuk pekan depan hati-hati tradingnya karena banyak faktor ketidakpastian dan sentimen negatif yang beredar di pasar. Untuk trader, selama menunggu kondisi membaik bisa melakukan trading jangka pendek pada saham-saham tertentu. Sementara untuk investor, akumulasi beli dapat dilakukan terutama bila terjadi koreksi pada saham-saham yang masih menunjukan kinerja bagus pada Q3-2015.
Untuk sementara ini dulu yang bisa saya sampaikan dalam weekly strategic analysis pada pekan ini. Mengenai saham-saham apa saja yang menarik untuk di tradingkan dalam jangka pendek atau saham-saham apa yang dapat diakumulasi untuk menjadi investasi jika terjadi koreksi, akan diulas khusus di area member premium. Bagi anda yang berminat untuk memperoleh ulasan market outlook dan ide trading, serta ingin bergabung ke dalam group kami dengan menjadi member premium dari Step-trader.com, dapat melihat info lengkapnya pada bagian MEMBER REGISTRATION diatas.
Safe Trading, Good Luck & GBU Always
Saya sependapat BI bisa menurunkan suku bunga nya dalam waktu dekat. Gubernur BI juga terlihat cukup yakin bahwa inflasi tahun 2015 ini bisa mencapai dibawah 4.0%, dimana jika terealisasi maka gap antara inflasi dan suku bunga akan semakin lebar. Disamping itu, pergerakan nilai tukar yang jauh lebih stabil dibanding sebelumnya juga bisa menjadi sinyal positif tersendiri yang dapat memunculkan kepercayaan diri BI untuk memangkas suku bunga. Semoga saja BI selalu bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk perekonomian Indonesia, amin.